Setelah kultum taraweh aku gelisah. Barusan nonton Mata Najwa topik Toleransi. Hadirkan nara sumber Bupati dan walikota inspirator Indonesia. Para pemimpin itu bercerita tentang keberagaman dan toleransi yang sungguh indah antar pemeluk agama.
Mereka semua sepakat Indonesia harusnya bersyukur punya tingkat toleransi yang tinggi. Beda dengan Timur Tengah sana yang selalu perang karena perbedaan. Indonesia punya Pancasila dan itu roh perekat keberagaman suku, ras, agama, antar golongan (SARA).
Namun kenapa di tataran akar rumput masih ada gesekan? Kadang orang yang berpendidikan sarjana pun masih kasak kusuk mempermasalahkan SARA. Yang bicara kafir lah, domba yang tersesat lah, yang adharma lah, yang haram lah, yang tidak sukla lah, dan lain sebagainya. Bahkan ada orang bernama 22 kata, wakil rakyat, gelar doktor, namun menunggangi isu perbedaan SARA sebagai peraih simpati masyarakat tertentu.
Kenapa?
Aku curiga, namun sebelumnya mohon maaf apabila salah ya, telah terjadi perbedaan jalan dalam edukasi tentang toleransi SARA. Pendidikan formal mengajarkan toleransi lewat pelajaran PMP, PPKN, Bela negara, dll. Intinya Pancasila masuk ke pendidikan formal.
Bagaimanakah di lingkungan dakwah? Klo di Islam ada dakwah pengajian, dakwah pada sholat Jum’at, dakwah kultum. Aku kok merasa Pancasila jarang masuk ke materi dakwah tersebut. Aku selalu mendengar doktrin pahala dan dosa. Pahala bagi menjunjung tinggi aturan Islam dan dosa bagi yang melanggar. Hampir jarang dakwah itu bahas toleransi dengan umat agama lain. Hampir tidak ada ruang untuk agama lain kecuali mereka berada di jalan yang sesat. Bisa dikata, hampir tidak ada menu Pancasila dalam dakwah itu. Hal yang berbeda kurasakan ketika dengarkan dakwah dari Gus Dur dan Cak Nun. Namun tidak bagi para ustad-ustad lainnya.
Kecurigaanku juga ada pada agama lain. Apakah materi pertemuan agamanya juga sama saja, agungkan agamanya dan mensesatkan agama lain?
Umat akan terdoktrin bahwa agama nya lah yang paling benar. Diakui oleh Tuhan nya. Penganut lain adalah manusia yang tersesat. Iya kan? Kemudian dilain waktu, umat itu ketemu dengan pendidikan Pancasila. Disana menekankan toleransi dalam berkeTuhanan YME. Kemanusiaan yang adil dan beradab serta lainnya. Maka dimanakah titik temu antara dakwah Agama dan dakwah Pancasila?. Bagi yang mayoritas kena doktrin agama dan menafikkan ayat tentang maksud Tuhan menjadikan kita ini beda dan bersuku suku, bisa dipastikan dia akan berkiblat ke teroris. Penebar teror psikis gaungkan kafir, domba yg tersesat, adharma dan manusia atheis!
Sekali lagi mohon maaf apabila status ini menyinggung sensifitas dalam beragama. Aku cuma bisa mengingatkan bahwa kita tidak bisa negosiasi dengan Tuhan untuk terlahir di agama tertentu. Bahkan tidak bisa nego untuk terlahir di rahim ibu tertentu. Kita beragama ya karena orang tua kita. Selebihnya adalah proses pendidikan yang tiada akhir. Termasuk aku ini yang perlu pendidikan lebih mendalam.
Salam keindahan dalam perbedaan.
?#?PesantrenRamadan?