Quantcast
Channel: Ayo Berkarya dan Berbagi
Viewing all articles
Browse latest Browse all 468

Berkarya Merawat Tradisi, Menjunjung Toleransi

$
0
0

Saya pernah jadi anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada masa mahasiswa. Mungkin itu bisa jadi korelasi saya dengan organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU). Senang jadi bagian mereka. Salah satu alasannya adalah semangat pluralisme, toleransi antar umat bergama nya yang mrinding!

Sejak jaman mahasiswa, PMII selalu harmonis berjuang bersama organisasi-organisasi mahasiswa agama non Islam. Semisal KMHDI, PMKRI, KMK, dll. Saya pun bersyukur berada didalamnya. Berjuang untuk kawal reformasi tahun 1998 dan menurunkan penguasa tiran jaman itu, Bapak Soeharto. Selain itu, antar organisasi juga saling membantu terhadap isu-isu pluralisme beragama.

Semisal kasus Poso dan Ambon yang waktu itu konflik antar agama. Kami di Denpasar, antar organisasi mahasiswa berbasis agama malah berkumpul, membentuk FORPANCA. Klo tidak salah singkatan dari Forum Persatuan Anak Bangsa Cinta Kemanusiaan. Berkumpul saling memperkuat keindahan keberagaman. Beda agama, suku, dan ras namun kami bisa bernyanyi bersama. Bergandengan tangan dan saling berpelukan.

Ada lagi kasus referendum Timor Leste. Setelah pemerintah Republik Indonesia akhirnya melepas nya, terjadi gelombang eksodus warga Timor Leste yang transit di Denpasar. Dari seminari Dalung, akhirnya para eksodus kami antar ke bandara Ngurah Rai untuk diterbangkan pulang ke Timor Leste. Waktu itu saya bertugas mengawal 1 bus dari puluhan bus-bus yang berangkat. Lembar absensi ditangan saya. Memastikan orang yang masuk bus dan keluar terdata. Mayoritas warga Timor Leste adalah penganut Katolik dan Kristen.

Itulah romansa PMII. Fyuh, jadi kangen rasakan jaman mahasiswa lagi hehehe.

Kawatir atas Kehidupan Warga Hindu dan Islam

Saya kenal dengan aktivis senior generasi muda NU Bali, Mas Dadie W Prasetyoadi. Saling kenal akibat kita berdua sering jadi panitia buka puasa bersama di Yayasan Pemerhati Panti Asuhan (APAN). Yayasan ini sering undang puluhan panti asuhan se Bali untuk buka puasa bersama dan santunan. Saya pernah menuliskan acara ini bertepatan dengan kasus nasional kekerasan anak bernama Angeline.

Mas Dadie prihatin dengan aksi-aksi pecah belah agama di Indonesia. Merasa kawatir hal itu akan meremmbet di kehidupan antar agama Bali. Apalagi fanatisme agama makin kencang di media sosial. Saling beri provokasi, saling salahkan, saling berikan pembenaran, ejek satu sama lain. Hingga kasus ucapan selamat Natal aja masih dipermasalahkan.

Aswaja Dewata

Kehidupan bergama di Bali sudah harmonis dari sejak jaman nenek moyang. Antara Hindu dan Islam saling bantu dan mengayomi. Banyak literatur sejarah yang bercerita bahwa warga Hindu bisa hidup berdampingan secara manis dengan warga Islam.

Namun semenjak adanya internet dan meningkatnya penggunaan media sosial, telah menghasilkan beberapa gesekan antar umat beragam akibat pendapat yang kebablasan. Contoh nya kasus Ustad Abdul Somad, adalah muncul akibat kelantangan oknum tokoh-tokoh Bali Hindu yang diterjemahkan secara keliru oleh umat nya. Gesekan ini pemicu nya dari informasi-informasi yang parsial di Youtube dan Facebook.

Islam adalah agama yang indah dan membawa keselamatan bagi pemeluknya. Namun ada pula individu yang terlalu fanatik dan menutup diri dari tafsir melahirkan pemikiran garis keras. Islam ditafsirkan sendiri secara kaku. Lahirlah kekerasan contohnya di Suriah, ISIS, dll yang cukup mencoreng citra Islam di mata pemeluk agama lain.

Aksi Generasi Muda NU

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, Mas Dadie dan generasi muda NU Bali ingin menyuguhkan wajah keIslaman dari sisi pandang yang lebih sederhana, sesuai realitas di Bali. Terbiasa dengan hidup dan berinteraksi dengan masyarakat selain Islam yaitu Hindu. Sudah seperti layaknya saudara tanpa persoalkan segala perbedaan sesuai dengan hukum dan kaidah fiqih serta muamalah, berdasar ajaran Ahlussunah wal Jama’ah (Aswaja).

Generasi muda NU ingin agar semua masyarakat Bali dan seluruh Indonesia tahu tentang Islam di Bali yang penuh kedamaian. Maka butuh media yang bersifat lintas batas untuk syiar nya. Mas Dadie pun sebutkan adanya website, yang sangat cocok untuk media tersebut.

Saya pun sepakat dan siap mendukung aksi para generasi muda NU. Saya bilang, “BOC Indonesia akan menanggung semua kebutuhan website dan pelatihan nya. Dibayar pake doa aja Mas! hehehe“.

Aswaja Dewata

Segera saya kondisikan dengan team untuk pembuatan website nya. Setelah selesai, saya berikan pelatihan website dan marketing melalui media sosial kepada para pengurus nya.

Media online generasi muda NU ini bernama aswajadewata.com dan mengusung tagline “Merawat Tradisi, Menjunjung Toleransi”. Mrinding juga ya!

Semoga membawa manfaat buat Bali dan bangsa Indonesia! Amin YRA.

Aswaja Dewata


Viewing all articles
Browse latest Browse all 468